Translate page with Google

Story Publication logo April 27, 2024

Remission for Forest Destroyers (bahasa Indonesia)

Country:

Authors:
English

Reporting will provide an overview of forest damage caused by illegal oil palm plantations.

SECTIONS

Image courtesy of Tempo.

An English summary of this report is below. The original report, published in bahasa Indonesia in Tempo, follows.

Hundreds of companies planted more than 3 million hectares of illegal palm oil in forest areas. Instead of subjecting them to criminal sanctions, the government actually offered to legalize their oil palm land through the Job Creation Law.

This remission of oil palm land has become a red carpet for palm oil companies to control the land and escape their responsibility for the destruction of millions of hectares of forests in Indonesia.

Greenpeace Indonesia says land clearing for palm oil plantations has been the main cause of deforestation in Indonesia over the last two decades. Instead of restoring the image of the Indonesian palm oil industry in international eyes, illegal palm oil remission actually shows the government's poor commitment to eradicating environmental crimes.

"This policy clearly does not favor the environment and the affected Indigenous communities. It only benefits palm oil oligarchs in power circles," said Greenpeace Indonesia Forest Campaigner Syahrul Fitra.


As a nonprofit journalism organization, we depend on your support to fund journalism covering underreported issues around the world. Donate any amount today to become a Pulitzer Center Champion and receive exclusive benefits!


Pemutihan Dosa Perusak Hutan

Ratusan perusahaan yang sebagian bersertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) menanam lebih dari 3 juta hektare sawit ilegal di kawasan hutan. Alih-alih menjerat sanksi pidana, pemerintah justru menawarkan pelegalan lahan sawit mereka. Tempo bersama Riauterkini.comIniBorneo.com, dan BanjarHits.co yang merupakan mitra Teras.id didukung Pulitzer Center Rainforest Journalism Fund mengungkap pemutihan sawit di Kalimantan dan Riau.


Truk-truk pembawa tandan buah kelapa sawit segar hilir-mudik di perkebunan PT Suryamas Cipta Perkasa (PT SCP) di Desa Paduran Sebangau, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah pada pertengahan Desember 2023 lalu. Di kiri-kanan jalan berjejer pepohonan sawit berdaun kuning dan berbatang miring, tanda pohon tersebut kekurangan unsur hara dan tumbuh di atas lahan gambut. 

Lebih dari 22 ribu hektare hutan di kawasan hidrologis gambut (KHG) itu telah berubah wajah menjadi perkebunan sawit PT SCP, anak perusahaan industri sawit raksasa PT Best Agro International. Berdasarkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebanyak 15.596 hektare atau 67 persen lainnya berada di area fungsi ekosistem gambut lindung. Sisanya, 7.951 hektare atau 32 persen berada di area fungsi ekosistem gambut budidaya.

Sedangkan berdasarkan catatan Kementerian Pertanian, hampir seluruh konsesi PT SCP atau 20.324 hektare masuk area kesatuan hidrologis gambut kedalaman sangat dalam. Sisanya, sekitar 2.271 hektare masuk kategori area kedalaman gambut sedang dan dalam.


Truk pengangkut kelapa sawit di perkebunan PT Suryamas Cipta Perkasa yang terindikasi masuk dalam kawasan hutan di Desa Paduran Sebangau, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis, 21 Desember 2023. Foto oleh Riani Sanusi Putri/TEMPO. Indonesia.

“Penanaman sawit di Kesatuan Hidrologis Gambut meningkatkan risiko terjadinya kebakaran hutan dan lahan,” ujar Wahyu Perdana, Manajer Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut. 

Perkebunan sawit di lahan gambut, terutama di area KHG, memang mengandung banyak persoalan lingkungan. Mulai dari oksidasi gambut yang memicu meningkatnya emisi CO2 hingga kerentanan tanah terhadap banjir dan kebakaran. Seperti yang terjadi di lahan sawit PT SCP yang kerap terbakar. 

Pada Agustus-Oktober 2023, api melahap 291 hektare perkebunan PT SCP. Sebagian besar kebakaran atau 256 hektare terjadi di kawasan fungsi ekosistem gambut lindung. Sisanya, seluas 35 hektare berada di kawasan fungsi ekosistem budidaya. 

Sebelumnya, sejumlah kebakaran lahan juga terjadi di sana. Secara akumulatif sejak 2015 hingga 2020 tercatat 888 hektare lahan terbakar. Sementara tutupan pohon yang hilang pada periode yang sama mencapai 259 hektare. 


Bekas kebakaran hutan yang berjarak 10 meter dari area konsesi PT Suryamas Cipta Perkasa di Desa Paduran Sebangau, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis, 21 Desember 2023. Lahan diduga terbakar pada Agustus-Oktober 2023. Foto oleh Riani Sanusi Putri/TEMPO. Indonesia.

Seperti halnya PT SCP, PT Best Agro International juga punya catatan buruk soal kebakaran lahan. Analisis Greenpeace menyatakan grup Best Agro memiliki sembilan perusahaan perkebunan dengan total 127.220 hektare berada di dalam kawasan hutan. Lahan tersebut termasuk 6.210 hektare di dalam hutan lindung dan 539 hektare di dalam kawasan konservasi. 

Akibatnya, perusahaan milik keluarga konglomerat Tjajadi itu memiliki rekam jejak kebakaran lahan yang masif. Raksasa sawit ini tercatat sebagai grup perusahaan dengan titik bakar atau burn area terluas yaitu 3.605 hektare. Padahal, sebagian anak perusahaan tersebut bersertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO. 

ISPO adalah kebijakan Kementerian Pertanian untuk meningkatkan daya saing industri kelapa sawit sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Keberadaan lahan sawit di kawasan hutan, terutama hutan lindung dan konservasi, jelas bertentangan dengan semangat ISPO.

Anak perusahaan Best Agro International lainnya, PT Hamparan Masawit Bangun Persada (PT HMBP) juga kerap berkonflik dengan masyarakat adat setempat. Seperti konflik dengan masyarakat Adat Dayak di Desa Peyang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Perusahaan ini diduga mengambil tanah masyarakat untuk perkebunan kelapa sawit di luar area HGU.

Pada 2020, PT HMBP melaporkan sejumlah warga yang mempersoalkan lahan sawit mereka atas tuduhan pencurian buah tandan sawit. Kepolisian Kotawaringin Timur lantas menangkap tiga warga Desa Peyang - Dilik Bin Asap, Hermanus Bin Bison dan James Watt - pada Februari 2020. Hermanus meninggal karena sakit saat dalam tahanan sebelum persidangan. 

Kriminalisasi terhadap warga yang melawan PT HMBP ini menuai protes dari berbagai lembaga pelestari lingkungan dan hak asasi manusia. Kasus tersebut juga menjadi subjek dari surat penyelidikan oleh Pelapor Khusus PBB untuk Hak Masyarakat Adat.

Konflik antara PT HMBP dan warga kembali terjadi pada Oktober 2023. Kali ini sejumlah warga Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah menuntut kebun plasma yang tidak kunjung diberikan perusahaan. Aksi warga berujung bentrok dengan aparat kepolisian yang menyebabkan belasan orang terluka. Dua warga terkena tembakan peluru tajam, satu orang meninggal dunia. 

Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah menetapkan denda adat kepada Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah dan PT HMBP. Denda adat tersebut tidak menghilangkan tanggung jawab pidana pelaku penembakan. Saat ini polisi tersangka penembakan itu sedang menjalani proses hukum di pengadilan.

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah H Rizky R Badjuri mengakui adanya sejumlah kawasan hutan yang diterabas perusahaan sawit. Bahkan saat ini Kalimantan Tengah menjadi salah satu wilayah prioritas pemerintah dalam agenda pemutihan perkebunan sawit di kawasan hutan.


Perkebunan kelapa sawit di area konsesi PT Suryamas Cipta Perkasa yang terindikasi masuk ke dalam kawasan hutan di Desa Paduran Sebangau, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Dilihat dari atas pada Kamis, 21 Desember 2023. Foto oleh Riani Sanusi Putri/TEMPO. Indonesia.

“Total lahan sawit di Kalimantan Tengah sekitar 1,3 juta hektare. Sebagian ada di kawasan hutan,” ujar Rizky saat ditemui Tempo di kantornya pada 22 Desember 2023 lalu. Namun, dia mengatakan tidak mengetahui persis luas lahan sawit di kawasan hutan Kalimantan Tengah yang mengajukan izin pelepasan kawasan hutan. 

Pemutihan lahan sawit adalah program pelegalan perkebunan sawit yang terlanjur ditanam di dalam kawasan hutan. Presiden Joko Widodo alias Jokowi membentuk Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara atau Satgas Sawit pada pertengahan 2023 lalu. Satgas ini bertugas menangani pemutihan lahan sawit di kawasan hutan. Berdasarkan analisa Greenpeace, Kalimantan Tengah memiliki sekitar 817.693 hektare lahan sawit di kawasan hutan. Ini menyebabkan Kalimantan Tengah menjadi provinsi rangking dua di pelanggaran kawasan hutan setelah Riau.

Pemerintah mengklaim program ini bakal mampu memperbaiki tata kelola lahan sawit yang semrawut. Pemutihan sawit juga dianggap bisa memulihkan citra industri sawit Indonesia di mata internasional sekaligus meningkatkan pendapatan pajak negara. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sawit terbesar, namun industri sawit di negara ini dianggap tidak ramah lingkungan karena sebagian perkebunan berdiri dalam kawasan hutan. Termasuk di Kalimantan Tengah. 

Tiga jenis hutan di Indonesia

Hutan Konservasi

22.1 Juta Hektare

Terlarang untuk pembangunan komersial. Termasuk taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam, kawasan suaka alam, taman wisata alam, taman buru, dan taman hutan raya.

Hutan Lindung

29.6 Juta Hektare

Hutan yang penting bagi perlindungan tangkapan air, lahan atau lereng dengan kemiringan yang berisiko mengalami erosi, serta wilayah lain yang akan rusak apabila dilakukan pembukaan lahan hutan; wilayah ini tidak untuk perkebunan.

Hutan Produksi

68.8 Juta Hektare

Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

Pada Agustus 2023 lalu, perwakilan Satgas Sawit telah mendatangi Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah. Menurut Rizky, Satgas Sawit menyatakan akan menyelesaikan sengkarut perizinan lahan sawit di kawasan hutan di sana sesuai Undang-undang Cipta Kerja. Sedangkan proses permohonan pemutihan lahan sawit di kawasan hutan dilakukan oleh perusahaan secara mandiri melalui aplikasi Sistem Informasi Perizinan Perkebunan (Siperibun).

"Kami tidak memiliki akses ke Siperibun ini. Semua di pemerintah pusat, jadi kami tidak tahu apa-apa," ujar Rizky. Siperibun merupakan sistem pangkalan dan pengelolaan data perizinan perkebunan secara daring. Aplikasi ini dikelola oleh Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 

Menurut Rizky, penggunaan aplikasi Siperibun dalam proses permohonan hingga legalisasi lahan sawit di kawasan hutan membuat pemerintah daerah setempat tak mengetahui progres kebijakan ini. Meski tak menampik soal kerusakan ekosistem gambut akibat ekspansi sawit, Rizky menilai keputusan pemutihan lahan sawit ilegal tersebut adalah langkah yang tepat. "Toh, statusnya saja yang hutan lindung, kan hutannya sekarang sudah tidak ada," kata dia.

Program pemutihan lahan sawit di kawasan hutan tersebut tampaknya dimanfaatkan PT Suryamas Cipta Perkasa untuk melegalkan perkebunan sawit mereka. Berdasarkan dokumen yang diperoleh Tempo, PT Suryamas telah mengajukan pemutihan lahan sawit mereka seluas 19.189 hektare.

Tempo berupaya mengkonfirmasi ke PT Suryamas Cipta Perkasa dengan mendatangi kantornya di Paduran Sebangau, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah pada Desember 2023 lalu. Namun kantor perusahaan tersebut tampak lenggang. Kantor yang berlokasi di tengah kebun itu tertutup rapat. Surat permohonan wawancara yang dikirimkan Tempo ke kantor Best Agro International di Jalan Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan pada 2 Februari 2024 juga tidak mendapatkan respons. 

Luas Kebun Sawit Nasional

Created with Highcharts 11.4.116.381.959 hektare total luas kebun sawit.13.009.340 hektare di luar kawasan hutan.13.009.340 hektare di luar kawasan hutan.3.372.615 hektare masuk kawasan hutan.3.372.615 hektare masuk kawasan hutan.713.299 hektare proses pelepasanstatus kawasan hutan.713.299 hektare proses pelepasanstatus kawasan hutan.2.659.316 hektare belum pelepasanstatus kawasan hutan.2.659.316 hektare belum pelepasanstatus kawasan hutan.Data per 28 Maret 2024 713.299 hektare proses pelepasan status kawasan hutan.

Tidak hanya di Kalimantan Tengah, penjarahan kawasan hutan untuk perkebunan sawit juga terjadi di sejumlah daerah lain. Hutan-hutan di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, bahkan Papua tidak luput dari ekspansi perkebunan sawit. Sejumlah kawasan cagar alam dan hutan konservasi juga ikut diterabas.

Sumatera dan Kalimantan paling Parah

Created with Highcharts 11.4.13.118.804 hektare total lahan sawit di kawasan hutan.Zoom inZoom outSumatera 61.5%

Seperti di kawasan Cagar Alam Teluk Kelumpang, Kalimantan Selatan. Pada Senin pagi, 13 November 2023 lalu, sejumlah ekskavator tampak menggaruk hamparan lahan berkontur setengah bukit yang menjorok ke perairan Teluk Kelumpang. Sebagian bentang alam yang semula rimbun semak belukar telah berubah menjadi kebun sawit. Bibit Sawit setinggi satu-dua meter terpancak di sekujur bukaan baru lahan perkebunan PT Sinar Kencana Inti Perkasa (PT SKIP) Senakin Estate. 


Lahan bukaan baru perkebunan sawit PT Sinar Kencana Inti Perkasa (SKIP) Senakin Estate di Desa Sembilang, Kecamatan Kelumpang Tengah, Kabupaten Kotabaru pada 13 November 2023. Foto oleh Diananta P. Sumedi/BanjarHits. Indonesia.

Di sejumlah lokasi tampak parit-parit kanal air yang belum sepenuhnya tuntas terbangun. Pembukaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit oleh anak perusahaan Grup Sinarmas di Desa Sembilang, Kecamatan Kelumpang Tengah, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan itu dimulai sejak triwulan pertama tahun lalu. 

Ahdiyat, Kepala Desa Sembilang, mengatakan PT SKIP Senakin Estate menerobos kawasan Cagar Alam Teluk Kelumpang yang sekaligus merupakan aset Desa Sembilang. Dia sempat melayangkan protes ke pihak perusahaan namun tidak dipedulikan. “Pihak perusahaan mengatakan lahan itu masuk HGU (hak guna usaha) dia,” ujar Ahdiyat.


Kepala Desa Sembilang, Ahdiyat, saat ditemui untuk wawancara di rumahnya, Kecamatan Kelumpang Tengah, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan pada 13 November 2023. Ahdiyat menunjukkan peta administrasi Desa Sembilang yang sebagian masuk Cagar Alam Teluk Kelumpang. Foto oleh Diananta P. Sumedi/BanjarHits. Indonesia.

Hasil analisis citra satelit Greenpeace dan Sawit Watch sama-sama mengkonfirmasi indikasi kebun sawit PT SKIP Senakin Estate merambah cagar alam di Desa Sembilang. Berdasarkan data analisa citra satelit terhadap tutupan lahan menunjukkan PT SKIP Senakin Estate menerabas kawasan konservasi.

Juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra menuturkan HGU PT SKIP Senakin Estate yang terindikasi masuk Cagar Alam Teluk Kelumpang, Selat Laut, Selat Sebuku (Kelautku) mencapai 1.789 hektare. Dari luasan tersebut sekitar 333 hektare masuk zona blok khusus, 201 hektare masuk zona blok perlindungan atau inti, dan 535 hektare masuk zona perlindungan. “Sisanya, 720 hektare tidak diketahui zona bloknya,” kata Syahrul.

Lahan Sawit di Kawasan Hutan

Created with Highcharts 11.4.13.118.804 hektare total lahan sawit di kawasan hutan versi Greenpeace1.552.617 hektare lahan sawit milik perusahaan1.552.617 hektare lahan sawit milik perusahaan1.566.187 hektare perkebunan sawit masyarakat1.566.187 hektare perkebunan sawit masyarakat 1.552.617 hektare lahan sawit milik perusahaan

Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah V Banjarbaru juga menguatkan dugaan lahan PT SKIP Senakin Estate masuk kawasan cagar alam dari dua titik koordinat yang disodorkan: Lat -2.905649 Long 116.177441 dan Lat -2.899056 Long 116.164072. “Titik satu dan dua dalam CA Teluk Kelumpang, HGU PT Sinar Kencana Inti Perkasa,” kata Kepala BPKH V Banjarbaru M Firman Fahada, akhir November tahun lalu. Namun Firman mengaku tidak tahu sejak kapan perusahaan tersebut memiliki HGU di sana.

Saat ini PT SKIP Senakin Estate juga masuk dalam daftar 26 perusahaan kelapa sawit yang memohon pemutihan lewat percepatan penyelesaian keterlanjuran kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Selatan. Kepala Bidang Perkebunan Dinas Perkebunan dan Peternakan Kalimantan Selatan Agustinus Adie mengatakan PT SKIP Senakin Estate masuk daftar perusahaan yang mengajukan pemutihan lahan sawit di kawasan hutan.

“Sudah mengajukan prosesnya, datanya SKIP itu 346 hektare,” tutur Agustinus. Namun dia mengaku tidak tahu titik lokasi lahan yang diajukan pemutihan oleh SKIP Senakin Estate.

Kabar PT SKIP Senakin Estate merangsek cagar alam Teluk Kelumpang sampai ke telinga Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi, Mahrus Ariyadi. Mahrus mengaku telah berkirim surat ke PT SKIP atas indikasi kebun sawit seluas 400–700 hektare dalam cagar alam tersebut. 

Ekspansi kebun sawit dalam kawasan hutan berkontribusi mengubah ruang hidup satwa endemik di sekitar Cagar Alam Teluk Kelumpang. Salah satunya adalah lutung dahi putih. Menurut IUCN Red list, primata lutung dahi putih masuk dalam kategori vulnerable (VU) 1 Appendix II CITES dan satwa dilindungi sesuai Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018) dan merupakan endemik Kalimantan. Populasi yang dijumpai saat monitoring hanya sebanyak 37 ekor. 

Orangutan, Harimau, dan Gajah Terancam

Keberadaan sawit di kawasan hutan menyebabkan sejumlah binatang langka terancam punah.

Anita Neville, Chief Sustainability and Communication Officer Sinarmas Agribusiness and Food, menyatakan pihaknya sudah mengikuti arahan pemerintah ihwal penyelesaian lahan di kawasan hutan. "Kami mendukung langkah-langkah peraturan dan secara aktif terlibat dalam memberikan informasi yang diminta dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan," ujar Anita saat dihubungi pada Rabu, 13 Desember 2023. 

Sengkarut lahan sawit di kawasan hutan juga terjadi di Kalimantan Barat. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdapat lebih dari 198 perusahaan sawit yang masuk dalam kawasan hutan di sana. Dari ratusan perusahaan tersebut luasan yang masuk dalam kawasan hutan mencapai 88 ribu hektare.

Salah satu perusahaan yang diduga memiliki lahan sawit di kawasan hutan adalah PT Riau Agrotama Plantation (PT RAP), anak perusahaan Salim Group. PT RAP diduga merambah ke kawasan hutan di Desa Bukit Penai, Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu. Perusahaan ini merupakan satu-satunya yang terindikasi masuk ke kawasan hutan Kapuas Hulu seluas seluas 2.171 hektare.


Konsesi PT RAP yang diduga masuk dalam kawasan hutan di Desa Bukit Penai, Kecamatan Naga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada 22 November 2023. Jalan kebun kemudian menjadi jalan poros utama menuju desa. Foto oleh Cantya Zamzabella/IniBorneo. Indonesia.

PT RAP juga tercatat sebagai perusahaan sawit yang berkonflik dengan warga Desa Bukit Penai, Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu. Perusahaan ini diduga mengambil lahan milik warga seluas 573,5 hektare. Padahal perusahaan ini sempat mengantongi sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) meski grup perusahaan ini mundur dari keanggotaan RSPO pada 2019 lalu, setelah bergabung selama 15 tahun.

Pada 2021 lalu warga sempat melakukan penyegelan lahan dan menuntut perusahaan mengembalikan lahan mereka. Perusahaan diminta melepaskan lahan masyarakat Desa Bukit Penai masing-masing 1,5 hektare per kepala keluarga, dengan total 206 kepala keluarga atau 371,5 hektar. Selain itu perusahaan juga diminta mengembalikan lahan kas desa seluas 62,5 hektar. Sedangkan sisanya boleh digarap pihak perusahaan. Namun, tuntutan itu tidak dipenuhi perusahaan.

Pada 2023, warga kembali menggugat perusahaan. Kali ini Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu turun tangan. Namun PT RAP tidak menghadiri pertemuan yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu sehingga diputuskan penutupan sementara operasi perusahaan. Baru pada Mei 2023, PT RAP bersedia menandatangani kesepakatan pengambilalihan lahan dan pemagaran lahan inti perusahaan. 

Kepala Desa Bukit Penai Eko Budi Santoso mengatakan konflik warga dan perusahaan saat ini masih tahap penyelesaian. “Sudah dimediasi,” ujarnya pada Oktober 2023 lalu. Sedangkan Tumenggung Rajang, salah satu tokoh adat Desa Penai berharap warga bisa kembali mendapatkan hak mereka meski saat ini hutan adat mereka sudah berbentuk lahan sawit. “Dari pada tidak ada,” ujarnya.

Iniborneo mendatangi kantor PT RAP di Nanga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu, pada 23 November 2023. Namun pekerja di kantor tersebut menolak diwawancarai dan meminta agar permohonan konfirmasi dikirimkan ke kantor pusat. Surat yang dikirim ke alamat email PT Salim Ivomas Pratama sejak 25 Desember 2023 pun tak berbalas. 

Selain PT RAP, ada 23 perusahaan lain yang terdata oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat masuk dalam kawasan hutan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mencatat dua perusahaan yang memiliki konsesi dalam kawasan hutan terluas adalah PT Wirata Daya Bangun Persada seluas 7.250 hektare dan PT Ceria Prima seluas 5.083 hektare milik pengusaha Surya Darmadi. Posisi ketiga ditempati oleh PT Inti Sarana Makmur seluas 3.798 hektare. Seluruh lahan tersebut berada di Kabupaten Bengkayang. 

Pada 2022 lalu, Dinas Perkebunan Kalimantan Barat menyebutkan jumlah Izin Usaha Perkebunan di Provinsi Kalimantan Barat yang diterbitkan sebanyak 378 Perusahaan dengan luasan 3.321.731 hektare yang tersebar di 12 kabupaten dan kota. 

Hasil analisis spasial pemerintah Provinsi Kalimantan Barat menunjukkan adanya indikasi perizinan perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan seluas 38.616,98 hektare yang milik 23 perusahaan. Namun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki data yang berbeda. Menurut KLHK luas lahan sawit di dalam kawasan hutan Kalimantan Barat mencapai 88.841 hektare. 

Kepala Bidang Penyuluhan, Pengolahan, Pemasaran dan Pembinaan Usaha Perkebunan Kalimantan Barat Hendarto mengatakan perbedaan angka itu terjadi karena perbedaan data pemerintah daerah dan KLHK. “Peta yang digunakan adalah peta izin lokasi, seharusnya mengacu pada peta Izin Usaha Perkebunan. Satgas juga tidak pernah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk masalah ini. Padahal wali datanya adalah daerah,” ujar Hendarto.

Sedangkan lembaga SIAR mencatat perkebunan sawit di kawasan hutan Kalimantan Barat mencapai 109 ribu hektare. “Setara sembilan kali luas Kota Bogor,” ujar Direktur Eksekutif SIAR Erlangga Rizky Ananta. Dia menambahkan, ada indikasi pembiaran pada kasus sawit swasta yang masuk dalam kawasan hutan lantaran sudah cukup lama isu ini bergulir. 

Di Riau, kondisi lebih parah lagi. Berdasarkan catatan Greenpeace sekitar 1.231.614 hektare kebun kelapa sawit di Riau berada di kawasan hutan. Hal itu menyebabkan Riau menjadi provinsi dengan kebun sawit bermasalah paling luas di Indonesia. 

Sebaran Lahan Sawit di Kawasan Hutan

Created with Highcharts 11.4.1Total lahan sawit di kawasan hutan 3,37 juta hektare.Hutan produksi konservasiHutan produksi konservasiHutan produksi terbatasHutan produksi terbatasHutan produksi tetapHutan produksi tetapHutan lindungHutan lindungHutan konservasiHutan konservasi

Salah satu perusahaan kelapa sawit yang diduga melakukan perambahan kawasan hutan adalah PT Palma Satu, anak perusahaan Darmex Group. Perusahaan ini membabat sekitar 12.277 hektare hutan untuk perkebunan sawit di Desa Penyaguan, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu. 

Marwan, Kepala Desa Penyaguan, membenarkan bahwa kebun kelapa sawit yang dikelola PT Palma Satu di desa tersebut dulu adalah kawasan hutan. "Memang masuk kawasan hutan," ujarnya.

Menurut Marwan, PT Palma Satu mulai membabat hutan di sana sejak 2004. Imbasnya, ekosistem hutan yang menjadi tumpuan hidup masyarakat rusak. Pada 2006 hingga 2010 warga desa melakukan perlawanan hingga menyebabkan sejumlah warga desa ditahan. "Hampir setiap hari kami mengusir alat berat yang beroperasi di hutan ini," ucap Marwan.

Bukan hanya PT Palma Satu, sejumlah perusahaan kelapa sawit juga mengepung Desa Penyaguan. Sebagian besar adalah perusahaan grup Duta Palma (Darmex Group). Perusahaan tersebut yakni Banyu Bening Utama, PT Kencana Amal Tani, PT Palm Lestari Makmur, dan PT Panca Agri Lestari. Diperkirakan total luas lahan sawit tersebut mencapai 50 ribu hektare.

"Seluruhnya, kebunnya masuk dalam kawasan hutan," ujar Marwan.

Dikelilingi perusahaan kelapa sawit justru membuat Desa Penyaguan tidak berkembang. Warga desa hampir tidak punya lagi lahan untuk bertani, sementara perusahaan lebih memilih mendatangkan pekerja dari luar. Minimnya lapangan pekerjaan menyebabkan sebagian warga desa memilih pergi merantau. “Saat ini yang putih dari desa kami hanya jalan, selebihnya kebun milik perusahaan,” ujar Marwan.

Staf Humas PT Palma Satu Arya Sitepu mengklaim tidak tahu bahwa lahan mereka masuk ke kawasan hutan. Alasannya, hingga sekarang belum ada keterangan yang jelas dari KLHK. Anehnya, Arya mengakui bahwa pihaknya mengajukan pelepasan kawasan hutan di Indragiri Hulu. Mengenai luasan lahan yang hendak dilepaskan, lagi-lagi Arya menyatakan tidak tahu.

"Kemarin memang ada Dinas LHK Riau melakukan survei di kebun kami," ujarnya. Survei yang dilakukan DLHK Riau itu kata Arya meliputi lima perusahaan Darmex Group di wilayah sekitar Desa Penyaguan di Kecamatan Batang Gansal.

"Ada bagiannya sendiri untuk masalah perizinan. Jadi saya kurang paham masalah itu," ujarnya.


Penampakan kebun Duta Palma Group di Desa Penyaguan, Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau pada 16 November 2023. Foto oleh Syahrul Hidayat/Riauterkini. Indonesia.

Memimpin Rapat Koordinasi Nasional Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan 2019-2024, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengeluhkan pandangan negatif dunia internasional terhadap industri sawit Indonesia. Dalam rapat yang dihadiri oleh perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang itu Airlangga meminta program legalisasi lahan sawit dalam kawasan hutan dipercepat. 

Menurut Airlangga, langkah tersebut dapat menjadi strategi Indonesia dalam menghadapi Undang-undang Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Sebab, sawit asal Indonesia dinilai tidak memenuhi prinsip keberlanjutan karena menyebabkan pembukaan hutan besar-besaran. Imbasnya, ekspor sawit Indonesia terancam bakal terhambat. 

"Ini penting, sehingga dunia internasional tidak memandang negatif lagi," kata Airlangga pada 28 Maret 2024. "Dengan demikian kita bisa memberikan pernyataan ke publik bahwa status keterlanjuran di kawasan hutan sudah selesai dan menjadi legal."

Dalam forum tersebut Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional menyampaikan data bahwa saat ini total kebun sawit nasional mencapai 16,38 juta hektare. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3,37 juta hektare masuk kawasan hutan. Luasan tersebut hampir sebanding dengan luas provinsi Jawa Tengah yang mencapai 3,4 juta hektare. 

Kini, sejumlah perusahaan sudah mengajukan pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit. Iljas Tedjo, Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan menyebutkan per 28 Maret 2024 luas pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit mencapai 713.299 hektare. Sedangkan sisanya, 2.659.316 hektare belum mengajukan pelepasan. 

Sedangkan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono melaporkan bahwa Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar sudah menerbitkan 21 Surat Keputusan (SK) pemberian legalitas kepada perkebunan sawit di kawasan hutan milik swasta dan masyarakat. SK yang dikeluarkan terdiri dari 6.556 subyek hukum. Dari jumlah tersebut, Satgas Sawit menargetkan pemutihan lahan milik 2.130 perusahaan sawit dan 1,493 perkebunan masyarakat. 

“Saat ini 365 perusahaan sudah mengajukan pemutihan dengan mekanisme 110 A, dan 49 unit dengan mekanisme 110 B,” ujarnya. 

Mekanisme 110 A dan 110 B adalah mekanisme pemutihan lahan sawit yang diatur di Undang-undang Cipta Kerja. Pasal 110 A berlaku untuk perkebunan di kawasan hutan yang memiliki izin lokasi atau izin usaha di bidang perkebunan yang diterbitkan sebelum adanya Undang-undang Cipta Kerja. Perusahaan bisa mendapat pelepasan kawasan hutan jika memenuhi komitmen berupa pembayaran dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan. Perusahaan yang tidak mengurus hal tersebut akan dikenai sanksi administratif berupa denda dan pencabutan izin usaha. 

Sementara pasal 110 B berlaku untuk penyelesaian terhadap perkebunan dalam kawasan hutan yang belum memiliki perizinan di bidang kehutanan. Perusahaan yang masuk kriteria ini akan dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan usaha, pembayaran denda administratif atau paksaan pemerintah. 

Menurut Bambang, jumlah perusahaan maupun individu yang mengajukan pemutihan lahan akan terus bertambah seiring upaya percepatan yang dilakukan oleh Satgas Sawit. Satgas Sawit menargetkan realisasi pemberian legalitas lahan sawit di kawasan hutan rampung pada 20 September 2024.

Pemutihan lahan sawit di kawasan hutan sebenarnya sudah mulai dilakukan sejak Juli 2012 melalui penerbitan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan. Perubahan tersebut memberikan kesempatan perusahaan selama enam bulan untuk mengajukan izin pelepasan kawasan hutan.

Pemutihan kedua dilakukan pada 2015. Kali ini melalui Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Kali ini, waktu yang diberikan pada perusahaan untuk mengajukan pelepasan kawasan hutan diperpanjang menjadi satu tahun. Tidak hanya itu, pemerintah juga memperbolehkan perusahaan beroperasi di wilayah hutan lindung dan hutan konservasi selama satu daur tanam. Daur tanam kelapa sawit bisa berlangsung sekitar 30 tahun.

Pemutihan ketiga mulai dilakukan pada 2020 dan masih berlangsung hingga sekarang. Kali ini pemutihan sawit menggunakan piranti Undang-undang Cipta Kerja yang memberi batas waktu lebih panjang sekaligus mengganti sanksi pidana menjadi sanksi administratif.

Memutihkan dosa

Alih-alih memberi sanksi, pemerintah justru memutihkan dosa perusahaan-perusahaan pemilik perkebunan sawit di kawasan hutan. Pemutihan mulai dilakukan sejak 2012.


2012

Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Perubahan tersebut memberi peluang enam bulan bagi perusahaan untuk mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan untuk hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) yang terdapat izin perkebunan sawit.


2015

Penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Aturan ini memberi peluang satu tahun bagi perusahaan yang memiliki perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan untuk mengajukan pelepasan kawasan hutan. Pemutihan kedua ini juga membuka peluang legalisasi perkebunan sawit di kawasan hutan lindung dan konservasi.


2020-Sekarang

Undang-undang Cipta Kerja membuka memberi peluang tiga tahun bagi perusahaan yang memiliki perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan untuk mengajukan pelepasan kawasan hutan. Selain itu juga memberi peluang perubahan sanksi pidana menjadi sanksi administratif bagi perusahaan sawit yang melanggar peraturan kehutanan.

Untuk pelaksanaannya, pemerintah membentuk Satgas Sawit pada Juni 2023. Satgas ini terdiri dari perwakilan sejumlah kementerian dan lembaga yang bertugas untuk memulihkan penerimaan negara lewat pajak dan bukan pajak dari industri kelapa sawit, termasuk menentukan denda. 

Pada saat itu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah memutuskan untuk memutihkan jutaan hektare kebun sawit yang sudah kadung ditanam dalam kawasan hutan. "Ya (diputihkan). Mau kita apakan lagi? Masa mau kita copot (tanamannya). Ya pakai logika saja, kami putihkan, terpaksa," ujar Luhut.

Pemutihan lahan sawit di kawasan hutan ini menjadi karpet merah ratusan perusahaan sawit - termasuk grup Best Agro, Grup Sinarmas, Salim Group, Darmex Group - untuk menguasai lahan sekaligus terlepas dari tanggung jawab mereka terhadap kerusakan jutaan hektare hutan di Indonesia. 

Meski begitu, tampaknya para pengusaha sawit masih kurang puas. Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan mekanisme pemutihan lahan sawit masih menjadi perdebatan di kalangan pengusaha. Alasannya, sejumlah pelaku usaha mengaku sudah mengantongi HGU atau izin sehingga semestinya tidak masuk kategori berada dalam kawasan hutan dan tidak perlu bayar denda.

Gapki menilai penyelesaian sawit di kawasan hutan untuk perusahaan yang telah mengantongi HGU semestinya dilakukan dengan mekanisme tersendiri. “Seharusnya menggunakan mekanisme keterlanjuran karena ketidaksinkronan tata ruang antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat,” ujarnya. Gapki sempat mempersoalkan hal tersebut ke Ombudsman RI dengan harapan adanya evaluasi ihwal potensi maladministrasi atas kebijakan ini.

Wakil Ketua II Satgas Sawit Agustina Arumsari mengatakan Satgas telah mengidentifikasi dan memeriksa perizinan 1.027 perusahaan yang lahannya terindikasi berada dalam kawasan hutan. Selanjutnya, Satgas Sawit akan menentukan mekanisme penanganan masalah masing-masing perusahaan. 

"Peraturannya belum terdigitalisasi, sehingga memerlukan lebih banyak waktu untuk menganalisis," ujar Agustina saat dihubungi Tempo, Oktober 2023 lalu. Satgas Sawit menyatakan akan mendalami berbagai masalah yang muncul, mulai dari perkara data hingga perkara perusahaan yang mengklaim sudah mengantongi HGU.  

Ketua Departemen Advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit Marselinus Andry berpendapat berbeda. Menurut dia, adanya HGU di kawasan hutan justru mengindikasikan adanya dugaan permainan dalam perizinan dan pemberian hak atas tanah. Menurut Marselinus, persoalan ini bukan semata-mata ihwal administrasi, tetapi harus ditelaah adanya potensi korupsi. 

Hal senada juga diungkapkan Direktur Sawit Watch Achmad Surambo. Menurut dia, pengusaha yang mengklaim mengantongi HGU tapi masih diminta mengajukan pelepasan kawasan hutan mengindikasikan belum lengkapnya perizinan yang mereka miliki. “Termasuk belum mengantongi surat pelepasan kawasan hutan,” ujarnya. 

Menurut Surambo, sengkarut lahan sawit di kawasan hutan seharusnya diselesaikan secara hukum pidana bukan justru sekedar menjadi persoalan administratif. Sawit Watch menilai pemerintah mestinya tetap berpatokan pada Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. 

Direktur Jenderal Perkebunan Andi Nur Alam Syah yang juga masuk dalam bagian Satgas Sawit enggan berkomentar soal pelepasan lahan sawit dalam kawasan hutan ini. "Kami enggak boleh bicara, ada Pak Ketua (Satgas Sawit) di situ, harus satu pintu," ucap Andi saat ditemui di kantor Kementerian Pertanian. 

Pantau Gambut menilai alasan pemerintah di balik pemutihan lahan sawit ilegal tak berpihak pada lingkungan dan masyarakat. Manajer Advokasi dan Kampanye Pantau Gambut Wahyu Perdana mengingatkan bahaya pemutihan sawit ilegal di kawasan hutan. Pun keberadaan perkebunan sawit di area kesatuan hidrologis gambut akan semakin memperparah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Berdasarkan analisis Pantau Gambut, dari total 3,3 juta hektar luas perkebunan sawit yang hendak diputihkan pemerintah, sebesar 407.267,537 hektar atau sekitar 13 persen berada di area kesatuan hidrologis gambut (KHG). Dari angka tersebut, sebanyak 72 persen perkebunan sawit di KHG yang akan diputihkan berada dalam kategori rentan terbakar tingkat sedang. Sisanya, sekitar 27 persen berada dalam kategori rentan terbakar tingkat tinggi.

"Terbukti kebakaran yang terjadi kebanyakan di lahan-lahan sawit ilegal, bukan yang di kawasan legal," ujar Wahyu. 

Terlebih, Wahyu menggarisbawahi 91,64 persen pemegang izin konsesi di kawasan hutan terindikasi tidak melakukan pemulihan ekosistem yang mereka rusak. Sementara grup-grup perusahaan yang teridentifikasi memiliki keterkaitan dengan perkebunan kelapa sawit ilegal itu merupakan pemain besar dalam industri kelapa sawit Indonesia. Bahkan, sebagian perusahaan itu juga telah mengantongi sertifikat RSPO dan ISPO. 

Kelapa sawit bersertifikat RSPO di kawasan hutan

Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) merupakan asosiasi berbagai organisasi di sektor industri kelapa sawit yang menyatakan berkomitmen menerapkan produksi minyak sawit yang berkelanjutan. Namun, faktanya sebagian kelapa sawit bersertifikat RSPO di Indonesia di tanam di kawasan hutan.

283.686 hektare

total lahan sawit di kawasan hutan dimiliki perusahaan anggota RSPO.

perusahaan memiliki lebih dari 10.000 hektare di kawasan hutan.

100 perusahaan memiliki lebih dari 100 hektare di kawasan hutan.

Kelapa sawit bersertifikat ISPO di kawasan hutan

Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) merupakan kebijakan Kementerian Indonesia untuk meningkatkan daya saing industri kelapa sawit sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Namun faktanya sebagian perusahaan bersertifikat ISPO memiliki lahan sawit di kawasan hutan.

252.202 hektare

total lahan sawit ISPO di kawasan hutan.

200 perusahaan yang terlibat.

131 perusahaan memiliki lebih dari 100 hektare di kawasan hutan.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2019 yang menunjukkan lebih dari 83 persen anggota ISPO tidak memenuhi kewajiban sertifikasinya. Hal tersebut, tutur Wahyu, menunjukkan banyaknya perusahaan mengingkari komitmen mereka dalam pelestarian lingkungan.

Wahyu juga meragukan klaim pemerintah bahwa pemutihan lahan sawit di kawasan hutan dapat meningkatkan penerimaan negara. Menurut dia, klaim itu tidak pernah terbukti. Wahyu merujuk pada penelitian TUK Indonesia di Kalimantan Tengah yang menunjukkan bahwa realisasi pajak dari sektor sawit yang legal pun jauh dari potensi penerimaannya. 

Dari potensi penerimaan lebih dari Rp 6,4 triliun, yang terealisasi hanya Rp 2,3 triliun. "Jadi klaim peningkatan pendapatan melalui agenda legalisasi lahan sawit di kawasan hutan menjadi tidak relevan lagi," ucap Wahyu. 

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Syahrul Fitra mengatakan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit menjadi penyebab utama deforestasi di Indonesia selama dua dekade terakhir. Sekitar 600 perusahaan besar memiliki perkebunan sawit dalam kawasan hutan di berbagai wilayah di Indonesia yang menyebabkan kerusakan lingkungan luar biasa. 

Alih-alih memulihkan citra industri sawit Indonesia di mata internasional, pemutihan sawit ilegal justru menunjukkan buruknya komitmen pemerintah dalam memberantas kejahatan lingkungan hidup. Melalui program pemutihan ini perusahaan-perusahaan sawit perusak hutan bisa lolos dari tanggung jawab dan jerat hukum. "Kebijakan ini jelas tidak berpihak kepada lingkungan serta masyarakat adat yang terdampak. Hanya menguntungkan oligarki sawit di lingkaran kekuasaan," tutur Syahrul.

RELATED TOPICS

yellow halftone illustration of an elephant

Topic

Environment and Climate Change

Environment and Climate Change
yellow halftone illustration of two construction workers moving a wheelbarrow of dirt

Topic

Extractive Industries

Extractive Industries
a yellow halftone illustration of a truck holding logs

Topic

Rainforests

Rainforests

RELATED INITIATIVES

yellow halftone illustration of a logging truck holding logs

Initiative

Rainforest Reporting

Rainforest Reporting

Support our work

Your support ensures great journalism and education on underreported and systemic global issues