Terjemahkan halaman dengan Google

Artikel Publication logo Juni 20, 2024

Perempuan yang Berdaulat di Perhutanan Sosial dan Membina 300-an Petani Kopi di Cisurupan

Negara:

Penulis:
A man dressed in camouflage.
bahasa Indonesia

Perhutanan sosial diklaim sebagai solusi bagi pelestarian hutan di Indonesia.

author #1 image author #2 image
Berbagai penulis
SECTIONS

Petani sedang mengirim hasil kebunnya ke rumah kopi yang dikelola Hendah. Foto oleh Titik Kartitiani. Indonesia, 2024.

Garut (pilar.id) – Dalam liputan yang didukung Rainforest Journalism Fund-Pulitzer Center di 4 provinsi yaitu NAD (Nangroe Aceh Darussalam), Kalimantan Timur, Jawa Barat, dan Nusa Tenggara Timur, peran laki-laki masih dominan dalam pelaksanaan Perhutanan Sosial. Di antara lokasi tersebut, akhirnya bertemu dengan satu orang perempuan yang inspiratif dalam menjalankan program Perhutanan Sosial. Dia adalah Hendah, petani kopi di Desa Sinarjaya, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Di ketinggian 1.300mdpl, Hendah (50 tahun) merawat tanaman kopinya. Tanaman yang berbeda dengan tanaman di kebun lain. Daunnya lebih subur, tanamannya sehat, dan satu hal: selalu ada bunga di kebunnya. Kopi milik Hendah berbunga sepanjang tahun, di luar musim puncak panen.

“Ini saya pupuk pakai kompos kulit kopi. Saya belajar merawat kopi dengan sungguh-sungguh. Kalau kopi dirawat, hasilnya pastinya akan beda,” kata Hendah.


Sebagai organisasi jurnalisme nirlaba, kami mengandalkan dukungan Anda untuk mendanai liputan isu-isu yang kurang diberitakan di seluruh dunia. Berdonasi sesuai kemampuan Anda hari ini, jadilah Pulitzer Center Champion dan dapatkan manfaat eksklusif!


Tidak semua petani kopi di Cisurupan mau merawat kopinya dengan intensif. Masih banyak yang hanya datang ketika panen, lalu membiarkan kopi dirawat alam. Tentu hasilnya tidak maksimal.

Kini, Hendah membina 300-an petani kopi di Cisurupan. Berbagi cara merawat kopi yang bagus hingga mengelola sistem pemasaran. Hendah juga mengetuai KTH (Kelompok Tani Hutan) Griya Bukit Jaya, bidang usahanya kopi. Tidak banyak perempuan di tepi hutan yang menjadi pemimpin. Perjalanan Hendah pun tak sederhana. Pun perjalanan untuk mendapatkan izin PS.


Hendah, perempuan inspiratif Desa Sinarjaya, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Foto oleh Titik Kartitiani. Indonesia, 2024.

Dari Hutan Pinus yang Gundul

Semua kawasan hutan produksi di Pulau Jawa di bawah pengelolaan PT. Perhutani, tak terkecuali di Cisurupan. Selama pengelolaan tersebut, kerap kali terjadi konflik utamanya di perbatasan kawasan hutan dan penduduk.

“Kalau ada penduduk yang pegang cangkul, diambil. Perhutani melarang menggarapnya,” kata Hendah. Ia mengingat masa kecilnya ketika melihat kawasan Perhutani tak semuanya berbentuk hutan. Ada kawasan yang sudah gundul. Hanya ada beberapa batang pohon pinus saja. Atas dasar hal tersebut, terkadang masyarakat memberanikan diri untuk menggarap. Konflik terjadi.

Sampai suatu hari, ayah Hendah, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Sinarjaya berinisiatif menghadap Camat dan Bupati untuk membantu memberikan hak garap. Setelah negosiasi hingga Gubernur, akhirnya beberapa orang bisa mengerjakan lahan milik Perhutani dengan skema bagi hasil.


Hendah, pembina 300-an petani kopi di Cisurupan. Foto oleh Titik Kartitiani. Indonesia, 2024.

“Saat itu Bapak saya sudah berpesan untuk menanam pohon endemik dan menjaga lingkungan,” kenang Hendah. Pesan ini mengingat bencana lingkungan yang terjadi. Ketika letusan Papandayan kemudian terjadi banjir lahar dingin tahun 2002 sampai ke desa. Ketika tidak ada pohon yang melindungi, maka kerusakannya lebih parah.

Pada saat itulah, tanaman kopi kopi mulai menjadi pilihan. Para petani mulai menanam kopi untuk mendapatkan penghasilan selain juga menjaga alam. Dari kecil, Hendah sudah melihat ayahnya dan penduduk menanam kopi meski tidak harus ke ladang untuk memetik kopi. Rupanya, ingatan masa kecil itu yang menarik Hendah untuk menjadi petani kopi.

Dimulai dengan Dirinya Sendiri

Di desanya, banyak remaja yang tidak memiliki pekerjaan. Banyak juga perempuan usia produktif tidak memiliki penghasilan. Dari sanalah Hendah mulai mengkoordinasi petani kopi menjadi KTH Griya Bukit Jaya.

Sebelum ia mengajak petani lain untuk budidaya kopi yang benar, ia mencontohkan dengan dirinya sendiri. Hendah menerapkan sistem pertanian yang ramah lingkungan, mengurangi pupuk kimia sintetis, dan melakukan panen kopi yang benar.

“Saya mencontohkan memanen kopi yang sudah merah. Saya mengibaratkan, kalau kopi yang sudah merah itu kopi yang sudah siap jatuh, jadi tidak terlalu sakit bila dipetik,” kata Hendah. Bila kopi yang dipetik masih muda, masih hijau, masih kuat melekat di batang, akan melukai. Jika pohon kopi terluka, maka panen berikutnya tidak akan banyak.

Analogi sederhana itu untuk mengajak petani menggunakan sistem petik merah. Harapannya, petani akan mendapatkan hasil yang lebih banyak. Memag usahanya akan lebih, sebab harus memilih buah yang sudah merah. Tidak langsung meraup semua dalam satu tangkai.

Tak hanya itu, Hendah juga membeli hasil panen dari para petani. Kopi yang bagus, ia berani membeli dengan harga tinggi. Hal ini dilakukan agar petani semangat menanam kopi dan melakukan budidaya dengan baik. Pemasaran menjadi faktor utama untuk memotivasi petani menanam kopi dan tidak beralih ke sayuran. Komoditas yang banyak dipilih oleh sebagian besar penggarap sebab hasilnya lebih cepat, namun rawan menjadikan lahan erosi.

“Saya hanya mengambil untung sedikit. Yang penting petani bisa mendapat penghasilan, ibu-ibu yang tidak punya pekerjaan bisa mendapatkan penghasilan,” terang Hendah.


Foto oleh Titik Kartitiani. Indonesia, 2024.

Pada saat itulah, Hendah bertemu dengan Sunda Hejo, paguyuban petani kopi di Jawa Barat yang turut memasarkan kopi Jawa Barat hingga ke mancanegara. Kerjasama dan pendampingan Sunda Hejo di KTH ini menjadikan Hendah lebih mantap melangkah. Paguyuban tidak hanya membeli kopi, tetapi juga turut mendampingi petani dan meningkatkan kapasitas melalui berbagai pelatihan.

“Saya mendapatkan SK Perhutanan Sosial tahun 2017 bersama dengan 100-an petani lain dari Jawa Barat. Saat itu, saya menerima izin itu langsung dari Pak Presiden Jokowi. Bangga rasanya,” kenang Hendah.

Kerjasama dengan Perhutani kadang tidak mulus. Hendah mengaku, terkadang masih ada pungutan dari oknum selain bagi hasil. Dengan izin PS ini, Hendah dan petani lain mengaku lebih kuat. Mereka bisa mengolah lahan dengan tenang tanpa harus memikirkan pungutan-pungutannya. Kini fokusnya adalah meningkatkan kualitas kopi.

Hendah adalah salah satu kisah perempuan yang punya daulat dalam sistem perhutanan sosial. Ia mendampingi lebih dari 300 petani dari awal berdiri hanya 53 orang. Rata-rata lahan mereka awalnya di bawah 1 hektar, kini izin PS memberikan keleluasaan hingga 2 hektar/KK. Lahan PS sekitar 300 hektar, kini sudah 85 persen tertatanami dengan kopi. Harapannya, hutan kembali menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat sekaligus tetap menjaga lingkungan.

RELATED CONTENT

RELATED TOPICS

yellow halftone illustration of an elephant

Topic

Environment and Climate Change

Environment and Climate Change
a yellow halftone illustration of a truck holding logs

Topic

Rainforests

Rainforests

RELATED INITIATIVES

yellow halftone illustration of a logging truck holding logs

Initiative

Rainforest Reporting

Rainforest Reporting

Support our work

Your support ensures great journalism and education on underreported and systemic global issues