PELABUHAN Perikanan Benjina di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, seperti kota mati pada Sabtu, 8 Juni 2024. Meski baru tengah hari, kelengangan telah menyergap fasilitas milik PT Industri Perikanan Arafura itu. Padahal, satu dekade lalu, Pelabuhan Benjina menjadi jantung perekonomian Kepulauan Aru yang hiruk-pikuk.
Hari itu beberapa laki-laki sedang memotong-motong bangkai kapal motor Antasena untuk dikumpulkan besinya. Gudang penyimpanan terbengkalai dan besi yang menyusun lemari pendingin di halaman belakang pelabuhan juga dimakan karat. “Kami sedang menyelesaikan perbaikan, terutama untuk penambahan ruang pendingin,” kata Direktur Utama PT Industri Perikanan Arafura (IPA) Agus Kurniawan dalam wawancara tertulis pada Jumat, 20 September 2024.
Pada 2015, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencabut izin pengelolaan Pelabuhan Benjina yang dimiliki PT Pusaka Benjina Resources. Kementerian waktu itu menemukan praktik perbudakan awak kapal dan penangkapan ikan ilegal. PT Pusaka Benjina adalah cikal bakal PT IPA. Akta perusahaan PT IPA mencantumkan keterangan bahwa PT Pusaka Benjina mengubah nama perusahaan menjadi PT IPA pada 3 Maret 2020.
Agus menyebutkan pencabutan izin oleh pemerintah satu dasawarsa lalu membuat sejumlah fasilitas perusahaan, termasuk kapal, rusak. Perusahaan telah berupaya memperbaiki, tapi mesin dan sistem pendingin belum bisa berfungsi. “Perlu kami evaluasi lebih komprehensif untuk mengatasi kendala itu,” ujarnya.
Kondisi Pelabuhan Benjina yang nyenyat tak menghalanginya mendapat penugasan khusus dari pemerintah. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 43 Tahun 2022 tentang Penetapan Pelabuhan Benjina sebagai Pelabuhan Perikanan yang Tidak Dibangun Pemerintah. Wahyu Trenggono meminta PT IPA membentuk pengelola pelabuhan dan menginformasikan kegiatan pelabuhan kepada Menteri Kelautan dan Gubernur Maluku.
Penunjukan Benjina sebagai pelabuhan perikanan didahului lobi perusahaan. Agus bercerita, PT IPA mengajukan permohonan sejak 9 September 2020 atau dua tahun sebelum Wahyu Trenggono mengeluarkan surat keputusan. “Prosesnya panjang,” tuturnya.
Penugasan dari Kementerian Kelautan tak membuat aktivitas di Pelabuhan Benjina seketika menggeliat. Direktur Utama PT IPA Agus Kurniawan mengatakan kapal-kapal milik perusahaan masih mengalami gangguan teknis. Perusahaan juga sedang berdiskusi dengan komunitas nelayan asal Pati, Jawa Tengah, untuk membahas operasionalisasi pelabuhan. “Kami mendiskusikan kerja sama dengan Koperasi Mitra Nelayan Samudera,” kata Agus.
Meski demikian, Benjina berupaya bersolek beberapa hari sebelum Menteri Wahyu Trenggono menyambangi pelabuhan itu pada Senin, 3 Juni 2024. Di sana, mantan Wakil Menteri Pertahanan itu meluncurkan program andalannya: Penangkapan Ikan Terukur atau PIT. Ini adalah program untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan dengan mengatur zona dan kuota penangkapan.
Puluhan pekerja mondar-mandir ke gudang pendingin. Sebagian mengutak-atik mesin kapal dan memoles tembok perkantoran. “Kami baru memperbaiki ketika menteri datang,” ucap petugas Pelabuhan Benjina, Zuhri Sugiat, ketika ditemui di Pelabuhan Benjina.
Tiga narasumber di sektor perikanan, dua di antaranya pengusaha, menyebutkan Kementerian memilih Pelabuhan Benjina karena lokasinya strategis. Pelabuhan itu sudah mempunyai dermaga dan berada di dekat sungai. Keberadaan sungai membuat pengusaha perikanan merasa lebih aman ketika menyandarkan kapal-kapalnya.
Alasan lain adalah potensi ekonomi. Narasumber yang sama menyebutkan mereka diwajibkan mendaratkan semua tangkapan ke Pelabuhan Benjina. Dalam dokumen Kementerian Kelautan dan Perikanan, Benjina diproyeksikan menjadi salah satu pelabuhan ekspor di Wilayah Pengelolaan Perikanan 718 yang meliputi Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor bagian timur. Di kawasan perikanan itu, Kementerian menaksir potensi nilai industri perikanan mencapai lebih dari Rp 6,9 triliun.
Potensi ekonomi itu membuat Benjina dilirik para pengusaha. Seorang pengusaha perikanan bercerita, ia pernah diundang dan menghadiri pertemuan yang digelar seorang pejabat Kementerian Kelautan di sebuah hotel di Jakarta Pusat. Persamuhan itu juga dihadiri beberapa pengusaha.
Pebisnis yang hadir dalam rapat itu mengungkapkan, pejabat Kementerian Kelautan tersebut meminta kapal para pengusaha masuk ke Pelabuhan Benjina, tapi pengelolanya adalah anak Menteri Wahyu Trenggono, Indra Nugroho Trenggono. Meminta tanggapan Indra, Tempo bersama Jaring mendatangi alamat rumah Indra di Kota Bekasi, Jawa Barat, sebagaimana tertulis dalam akta beberapa perusahaan perikanan pada Rabu, 25 September 2024. Griya Indra yang punya halaman jembar itu dijaga tentara berseragam loreng hijau. Prajurit dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut itu menyebutkan Indra sedang tak berada di rumah.
Permintaan wawancara juga dikirimkan kepada Wahyu Trenggono, ayah Indra. Wahyu Trenggono meminta Tempo bertanya kepada Staf Khusus Menteri Kelautan, Wahyu Muryadi, soal rencana bisnis Indra di Benjina ketika ditemui setelah menghadiri acara Santap Siang Bersama Menu Ikan Jade Perch di Gambir, Jakarta Pusat. Ia lantas masuk ke mobil dan tak menghiraukan beberapa pertanyaan yang diajukan.
Wahyu menjelaskan, Indra tak berniat mengurusi Pelabuhan Benjina. Wahyu mengklaim telah menanyakan rencana Indra itu kepada bosnya, Menteri Wahyu Trenggono. Menurut Wahyu, sang Menteri justru bertanya balik siapa yang mau mengelola Pelabuhan Benjina. “Bisnis dia itu ikan cupang, kecil, dan tak cuan besar,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Industri Perikanan Arafura Agus Kurniawan mengatakan perseroan tak menjalin komunikasi soal pengelolaan Pelabuhan Benjina dengan pihak mana pun, kecuali dengan Koperasi Mitra Nelayan Samudera dari Pati. “Pembahasan mendalam hanya dengan pihak dari Pati,” kata Agus.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tak hanya mengeluarkan keputusan menteri untuk Pelabuhan Benjina. Ia juga meneken Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Pelabuhan Tual sebagai Pelabuhan Perikanan yang Tidak Dibangun Pemerintah.
Sebelum ditetapkan menjadi pelabuhan perikanan, Pelabuhan Tual pernah disiapkan untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas. Pada November 2019, Tempo menulis pangkalan milik Grup Artha Graha—kelompok usaha yang dirintis pengusaha Tomy Winata—itu disiapkan sebagai calon basis lokasi logistik megaproyek Blok Masela.
Menteri Wahyu Trenggono sudah mengunjungi Pelabuhan Tual yang dimiliki PT Samudera Indo Sejahtera untuk menggelar simulasi program Penangkapan Ikan Terukur pada Ahad, 2 Juni 2024. Sekitar 30 menit sebelum Wahyu Trenggono meresmikan program, para awak kapal terlihat mengeluarkan ikan tangkapan dari kapal motor dengan kode lambung IGP 18. IGP merupakan singkatan dari PT Insani Gemilang Pualam. Dari palka, para anak buah kapal menurunkan tangkapan berupa ikan kakap, kerapu, dan layur.
Hari itu kapal dengan kode lambung TMP 51, 52, dan 53 juga tampak bersandar. Nama kapal itu merujuk pada pemilik kapal, yakni PT Trinadi Mina Perkasa. Informasi mengenai kepemilikan kapal itu tertera pada situs layanan Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Kementerian Perhubungan.
Direktur Operasional PT Samudera Indo Sejahtera Arif Wijaya mengatakan kehadiran kapal berkode TMP di wilayahnya sudah sesuai dengan aturan. PT Samudera, kata dia, berupaya menyediakan fasilitas bagi kapal yang mematuhi regulasi. “Kami tak memiliki kerja sama khusus dengan PT Trinadi,” tutur Arif.
Kapal TMP 51, 52, dan 53 dulu merupakan kapal ikan Wogekel 21, 23, dan 17. Bahtera berkode Wogekel awalnya dimiliki PT Dwikarya Reksa Abadi. Perusahaan itu mendapat sanksi berupa pencabutan surat izin usaha perikanan dan surat izin penangkapan ikan ketika Susi Pudjiastuti menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Berdasarkan dokumen hasil analisis dan evaluasi terhadap kapal milik PT Dwikarya, sebanyak 61 kapal milik perusahaan itu dibeli dari Cina. Hanya, tidak pernah ada data pendukung dan kontrak pembangunan kapal. Kapal itu juga diregistrasi di dua negara, yakni Indonesia dan Cina.
Hasil analisis dan evaluasi itu juga menyebutkan sederet pelanggaran. Di antaranya membayar upah di bawah standar, menyuap aparat hukum, serta menggunakan alat tangkap trawl yang merusak ekosistem. Kapal milik PT Dwikarya juga terbukti mengalihkan muatan di tengah laut dan menyelundupkan satwa yang dilindungi asal Maluku dan Papua.
Pada masa moratorium perizinan penangkapan ikan di era Susi, ada 1.132 kapal bekas asing yang dilarang beroperasi. Jumlah kapal tersebut didasari hasil analisis dan evaluasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana tertuang dalam surat bernomor B-755/SJ/VI/2016 tertanggal 16 Juni 2016. Surat tersebut diteken Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan saat itu, Sjarief Widjaja.
Setelah moratorium, kapal buatan asing itu banyak yang kembali ke negara asalnya, yaitu Cina, Thailand, Taiwan, Malaysia, dan Kamboja. Namun sekitar 300 kapal diprediksi masih berada di Indonesia. Salah satunya Wogekel.
Kapal Wogekel diduga didaftarkan ulang ke Kementerian Perhubungan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan mengubah nama kapal menjadi kode TMP dan memodifikasi alat tangkap. Selain itu, kapal tersebut telah beralih kepemilikan dari PT Dwikarya ke PT Trinadi Mina Perkasa. Jejak PT Trinadi ini mengungkap lagi peran Indra Nugroho Trenggono, anak Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dalam bisnis perikanan.
Dalam akta PT Trinadi, ada beberapa entitas pemegang saham, baik korporasi maupun individu. Salah satunya PT Indo Mina Lestari yang menyetorkan modal senilai Rp 250 juta, ekuivalen dengan 250 lembar saham. Kehadiran PT Indo Mina Lestari dalam saham PT Trinadi tercatat pada akta bertarikh Oktober 2022.
Ditelusuri lebih jauh profil PT Indo Mina Lestari, akta perusahaan menunjukkan Indra Nugroho Trenggono menguasai 750 lembar saham senilai Rp 750 juta. Kepemilikan itu tercatat pada dokumen bertanggal 6 Mei 2024.
Pemilik lain PT Trinadi dan PT Indo Mina Lestari, dua perusahaan yang terkait dengan kapal berkode TMP 51, 52, dan 53, terlacak melalui kemunculan nama Rino Febrian. Di PT Trinadi, berdasarkan akta, Rino menjabat direktur tanpa memiliki saham. Sedangkan di PT Indo Mina, ia tertulis sebagai direktur perseroan yang punya 500 lembar saham senilai Rp 500 juta.
Rino tak lain adalah menantu Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Pria 31 tahun itu selalu menggunakan alamat Jalan Widya Chandra I Nomor 4, Jakarta. Ruas jalan itu merupakan kompleks perumahan menteri yang dikelola Kementerian Sekretariat Negara.
Petugas keamanan yang berjaga membenarkan informasi bahwa griya itu merupakan rumah dinas Menteri Sekretaris Negara sekaligus mertua Rino, Pratikno. Petugas itu menerima surat permohonan wawancara. “Pak Rino sedang berada di luar negeri,” ujar petugas di pos keamanan.
Surat wawancara juga diantar ke kantor PT Indo Mina Lestari di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Petugas di meja resepsionis mengatakan Rino jarang datang ke kantor. Upaya meminta konfirmasi kepada Rino juga dilakukan dengan mendatangi kantor PT Global Seafood Indonesia di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, pada Rabu, 9 Oktober 2024. Di perusahaan perikanan itu, Rino punya 150 lembar saham senilai Rp 150 juta. Namun kantor PT Global di lantai 6 Plaza 3 Pondok Indah itu melompong.
Mertua Rino yang juga Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengatakan menantunya berbisnis dengan menaati peraturan yang berlaku. Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu bercerita, Rino sempat meminta pendapat ketika hendak terjun ke sektor perikanan. “Saya bilang bahwa bisnis perikanan itu sektor unggulan yang belum tergarap dengan baik,” kata Pratikno lewat jawaban tertulis.
Pratikno tak mempersoalkan kongsi bisnis menantunya dengan anak Menteri Kelautan. “Bekerja sama itu merupakan bagian dari profesi apa pun,” ucapnya. “Yang penting profesional.”
Rencana menghidupkan Pelabuhan Benjina di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, rupanya menarik pejabat di Jakarta. Salah satunya petinggi di kantor Wakil Presiden. Pengusaha perikanan bercerita, ia pernah diundang dan hadir dalam sebuah pertemuan yang dihadiri pejabat kantor Wakil Presiden pada Selasa, 6 Agustus 2024. Salah satu pejabat yang datang ialah Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi.
Narasumber ini mengatakan persamuhan itu membicarakan peluang masuknya calon investor ke Pelabuhan Benjina. Tujuannya adalah membuat pengelolaan pelabuhan menjadi lebih efisien. Pembicaraan di kantor Wakil Presiden itu juga menyinggung soal upaya efisiensi bahan bakar minyak.
Menurut pengusaha ini, pengelolaan bahan bakar menjadi lebih murah jika para nelayan membentuk komunitas atau paguyuban bersama. Selain itu, kondisi infrastruktur Pelabuhan Benjina yang belum lengkap menjadi bahan pertimbangan calon investor untuk masuk ke pelabuhan tersebut.
Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi pada Senin, 7 Oktober 2024, menjelaskan beberapa hal saat dimintai tanggapan melalui sambungan telepon. Namun ia menolak keterangannya dikutip.