Pekalongan, IDN Times - Indonesia terkenal dengan kopi Luwak. Sama-sama dari Mamalia, di Pekalongan, Jawa Tengah muncul Kopi Owa.
Kopi Owa tidak sama dengan kopi Luwak karena kopi tersebut merupakan buah dari upaya pelestarian Owa Jawa, satwa primata endemik dari Pulau Jawa yang terdapat di hutan hujan tropis Petungkriyono, Pekalongan.
Kerawanan terhadap hutan tersebut cukup tinggi, mulai dari perburuan satwa, penebangan pohon, hingga perambahan. Padahal pohon-pohon tersebut menjadi habitat Owa Jawa. Faktor ekonomi menjadi motif para pemburu tidak pernah kapok melakukan aktivitas perusakan hutan dan perburuan satwa.
Komoditas kopi digunakan untuk menarik minat mereka mentas dari aksi terlarang tersebut sekaligus mengalihkan kegiatan ekstraktif menjadi ekonomi produktif, sehingga tidak lagi merusak hutan. Salah satu pemburu yang sadar adalah Tasuri, yang kini tidak melakukan perusakan hutan lagi. Ia mengolah kopi khas hutan tersebut sebagai langkah penyelamatan Owa Jawa dan hutan untuk tetap lestari.
Seperti ini potret upaya konservasi menggunakan kopi khas hutan hujan tropis Petungkriyono.
Pohon kopi Robusta di hutan Petungkriyono telah menyaru dengan hutan karena berusia lebih dari 10 tahun. Mereka tumbuh secara organik. Oleh karena itu, kapasitas panen kopi Owa tidak bisa menjadi tolok ukur atau patokan.
Kondisi tersebut membuat kualitas dan rasa kopi Owa lebih unggul dibandingkan komoditas kopi hasil perkebunan karena tumbuh di bawah naungan atau tegakan hutan (shade grown coffee). Semula pohon-pohon kopi ditanam secara sengaja oleh para pemburu. Berjalannya waktu mereka tumbuh liar di hutan. Termasuk juga dari hasil pembuangan biji-biji yang dimakan Owa Jawa.
Produk kopi Owa turut dijual di beberapa negara selain Indonesia, seperti di Singapura dan Amerika Serikat. Di antaranya di Singapore Zoo.